Semilir angin Kota Semarang
Membelai-belai rambutmu
Debur suaramu yang menderu
Mengalunkan nada tersendiri
Yang hanya kau mengerti
Kulitmu yang legam terbakar
Tersentuh oleh sang surya
Dibuai penuh keringat
Namun ... kau tetap tegar
Tak beranjak pergi
Memohon ...
Meminta ...
Memelas ...
Pada pengguna jalan itu
Senja yang menjemput
Membawa dirimu kembali
Bersama dengan mimpi-mimpi
Dalam peraduan abadi
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
LEPAS
Kutantang kehidupan
seperti bajak laut yang berlayar ujung maut
kutangkalkan jubah kesombongan
disinggasana kehidupan
dan telah berjalan takdir
saat manusia bicara tentang kehidupan yang tersingkir
karena aku berfikir
kehidupanku bukan langkah mereka yang terencana
karna kehidupanku adalah singasana bagi mereka yang ternoda
aku hanya takut pada kemunafikan yang menidurkan kebenaran
kebenaran yang telah lama takut akan kehormatan
kehormatan yang kuanggap sebagai raja kehidupan
yang ternyata kini adalah sebuah kebodohan yang dulu kuagungkan
kumaki masa ini biar tak menjadi fenomena harga diri
biar nurani bisa kembali menjadi suara lantang
yang kan menjadi pemenang dalam hitungan waktu yang panjang
(Khalil Qibran)